Monday, February 2, 2015

MAKALAH KELALAIAN MEDIS



MAKALAH ETIKA
KELALAIAN MEDIS

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi7SyNzKfZ-1Oj1YQVXnRerWw7zjl9Km6lqBawH-Z_wjP8SCz0i-sM7PYrIXByYN-3VhB1iQlFBDYB2U1SAZVICgjNGfR3lqu7kfWTObL7o0730UA0Irg3ZP8d4Pc8Qv-_A0rhsLCuMx-o/s320/logo_utnd.jpg

Disusun Oleh Kelompok 5 :
1.      Rahmad Hidayat
2.      Indah Wandira
3.      Hotna Sari Rambe
4.      Rica Dwi Lestari




FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS TJUT NYAK DHIEN
MEDAN
2014


KATA PENGANTAR

            Rasa syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT , yang dengan Rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Untuk memenuhi syarat kenaikan semester. Dan dengan tersusunnya makalah ini dapat beguna bagi kita semua dan diharapkan dapat menjadi pedoman dalam menyusun makalah ini.
            Dalam penyusunan makalah ini penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan penulis, sebagai pemula tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan,  demi kemampuan makalah ini kami membutuhkan kritik dan saran. Kritikan dan saran anda penulis butuhkan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dan dapat digunakan sebagaimana fungsinya.
            Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. Aamiin.


Medan, 25 Maret 2014

         Penyusun






DAFTAR ISI

JUDUL.............................................................................................................         i
KATA PENGANTAR.....................................................................................       ii
DAFTAR ISI....................................................................................................      iii
BAB I PENDAHULUAN
          1.1 Latar Belakang..................................................................................        1
          1.2 Rumusan Masalah.............................................................................        1
          1.3 Tujuan...............................................................................................        1
BAB II PEMBAHASAN
          2.1 Pengertian Malpraktek.....................................................................        3
         2.2 Malpraktek Dibidang Hukum............................................................       3
         2.3 Pembuktian Malpraktek Dibidang Pelayanan  Kesehatan..........       6
2.4 Tanggung Jawab Hukum..................................................................       6
2.5 Upaya Pencegahan Dan Menghadapi Tuntutan Malpraktek............       7
BAB III PENUTUP
          3.1 Kesimpulan.......................................................................................      11
          3.2 Saran.................................................................................................      11
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sorotan masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan malpraktek medis yang secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan, karena penyebab dugaan malpraktek belum tentu disebabkan oleh adanya kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Media massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis. Perkembangan dunia kesehatan dapat mengacu terjadinya malapraktik, sehingga terdapat berbagai hukum yang mengatur dan cara penanganan malapraktik. Oleh karena itu dalam makalah ini akan di bahas mengenai kasus malapraktik.

1.2 Rumusan Masalah
                  Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah :
1.      Apa pengertian dari malpraktik?
2.      Apa jenis-jenis malpraktek di bidang pelayanan kesehatan?
3.      Bagaimana cara-cara pembuktian malpraktek?
4.      Bagaimana tanggung jawab hukum?
5.      Apa upaya pencegahan malpraktek? Dan Bagaimana mengetahui cara menghadapi tuntutan hukum?
1.3 Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian malpraktek.
2.      Menjelaskan jenis-jenis malpraktek di bidang pelayanan kesehatan.
3.      Menjelaskan cara-cara pembuktian malpraktek.
4.      Menjelaskan tentang tanggung jawab hukum.
5.      Memahami upaya pencegahan malpraktek dan Mengetahui cara menghadapi tuntutan hukum.
     



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang tenaga medis untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).

2.2 Malpraktek Dibidang Hukum
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan Administrative malpractice.
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
a.       Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan  perbuatan tercela.
b.      Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan (reklessness) atau kealpaan (negligence).
·         Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
·         Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed consent.
·         Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
2. Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji).
Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpractice
antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib
                dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
                tetapi terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan
                tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya
                dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3. Administrative malpractice
Tenaga kesehatan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga kesehatan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga medis untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga medis. Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga medis yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
Kasus di atas adalah termasuk malpraktik jenis Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.

2.3 Pembuktian Malpraktek Dibidang Pelayanan  Kesehatan
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang tenaga kesehatan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut.
Andai kata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenaga kesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaat verbintenis).
2.4 Tanggung Jawab Hukum
Seperti dikemukakan di depan bahwa tidak setiap upaya kesehatan selalu dapat memberikan kepuasan kepada pasien baik berupa kecacatan atau bahkan kematian. Malapetaka seperti ini tidak mungkin dapat dihindari sama sekali. Yang perlu dikaji apakah malapetaka tersebut merupakan akibat kesalahan bidan atau merupakan resiko tindakan, untuk selanjutnya siapa yang harus bertanggung gugat apabila kerugian tersebut merupakan akibat kelalaian tenaga bidan.
Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung gugat, antara lain:
1.       Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan kontraktual yang sudah disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yang harus dilaksanakan adalah daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
2.      Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian bidan sebagai karyawannya.
3.      Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak terbatas hanya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31 Januari 1919).

2.5 Upaya Pencegahan Dan Menghadapi Tuntutan Malpraktek
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis karena adanya mal praktek diharapkan para medis dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
1.Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
2.Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.
3.Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
4.Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.
5.Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
6.Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2.   Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga bidan menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga medis seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian bidan
Apabila tuduhan kepada medis merupakan criminal malpractice, maka tenaga medis dapat melakukan :
1.      Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya medis mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
2.      Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya bidan menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana tenaga medis digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (tenaga medis) bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga kesehatan.
Di Indonesia terdapat ketentuan informed consent yang diatur antara lain pada peraturan pemerintah no 18 tahun 1981 yaitu:
1.      Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
2.      Semua tindakan medis (diagnostic, terapuetik maupun paliatif) memerlukan informed consent secara lisan maupun tertulis.
3.      Setiap tindakan medis yang mempunyai resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta resikonya.
4.      Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam.
5.      Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila tenaga medis menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini tenaga medis dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam memberikan informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang tenaga medis lain sebagai saksi adalah penting.
6.      Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik diagnostic, terapuetik maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula secara tertulis (berkaitan dengan informed consent).






BAB III
PENUTUP
                                           
3.1    Kesimpulan
Setelah menjabarkan pembahasan dari masalah makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa malapraktik adalah kelalaian seseorang dalam merawat atau mengobati. Dalam malapraktik ada dua istilah yaitu kelalaian dan malapraktik sendiri, tetapi keduannya tidak sama karena malapraktik sifatnya lebih spesifik.
Dalam menangani kasus mala praktik, hukum di Indonesia menggunakan hukum substantive yaitu hokum pidana, hokum perdata dan hokum administrasi dalam kasus maulana dalah salah satu koban malapraktik.Dia seorang bayi sehat yang mendapat imunisasi tiga sekaligus.Setelah imunisasi maulana mengalami penurunan kesehatan yang akhirnya membuat maulana lumpuh.Orang tua maulana mengguagat tetapi gagal.Dari kasus ini belum ada penyelesaian ataupun ganti rugi dari pihak kesehatan.

3.2    Saran
Adapun saran penulis adalah sebagai berikut :
1.      Sebagai jasa layanan kesehatan lebih bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan.
2.      Sebaiknya lakukanlah layanan kesehatan secara hati-hati dan professional.
3.      Sebagai pengguan jasa layanan kesehatan (masyarakat) sebaiknya lebih teliti dalam mengurusi masalah kesehatan.



                                           
DAFTAR PUSTAKA

5.      Ameln,F., 1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.
6.      Dahlan, S., 2002, Hukum Kesehatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
7.      Guwandi, J., 1993, Malpraktek Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

No comments:

Post a Comment