Thursday, December 25, 2014

Penggolongan Zat-Zat Antibakteri

3. PENGGOLONGAN ZAT-ZAT ANTIBAKTERI

Kemoterapetika antimikroba dapat digolongkan atas dasar mekanisme kerjanya dalam zat bakterisid dan zat bakteriostatis. Penggolongan tersebut adalah:

a. zat-zat bakterisid (L.caedere = mematikan), yang pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman. Obat-obat ini dapat dibagi pula dalam kelompok yakni:
  • zat-zat yang bekerja terhadap fase tumbuh misalnya penisilin dan sefalosporin, polipeptida (polimiksin, basitrasin, dan lain-lain), rifampisin, asam nalidiksat, dan kinolon. Kurang efektif terhadap kuman dalam fase istirahat.
  • zat-zat yang bekerja terhadap fase istirahat misalnya aminoglikosida, nitrofurantoin, INH, kotrimoksazol dan juga polipeptida tersebut di atas.
b. zat-zat bakteriostatis (L. statis = menghentikan), yang pada dosis biasa terutama berkhasiat menghentikan pertumbuhan dan perbanyakan kuman. Pemusnahannya harus dilakukan oleh sistem tangkis tubuh sendiri dengan jalan fagositosis ('dimakan' oleh limfosit). Contohnya adalah sulfonamida, kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida, dan linkomisin, PAS, serta asam fusidat.

Penggolongan ini tidak mutlak, karena faktor konsentrasi (dosis) dan waktu turut menentukan kegiatan obat. Kebanyakan bakteriostatika menjadi bakterisida pada dosis sangat tinggi, yang biasanya terlalu toksis untuk diberikan kepada manusia. Lagi pula kepekaan kuman bagi obat memegang peranan; pada dosis tertentu, obat dapat berdaya bakterisid untuk suatu kuman dan hanya bakteriostatis bagi kuman lain.

Penggolongan lain yang juga sering digunakan adalah berdasarkan luas aktivitasnya, artinya aktif terhadap banyak atau sedikit jenis kuman. Dapat dibedakan antibiotika dengan aktivitas sempit dan luas.
a. antibiotika narrow-spectrum (aktivitas sempit). Obat-obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya penisilin-G dan penisilin-V, eritromisin, klindamisin, kanamisin, dan asam fusidat hanya bekerja terhadap kuman Gram-positif. Sedangkan streptomisin, gentamisin, polimiksin-B, dan asam nalidiksat khusus aktif terhadap kuman Gram-negatif.
b. antibiotika broad-spectrum (aktivitas lebar) bekerja terhadap lebih banyak baik jenis kuman Gram-positif maupun Gram-negatif. Antara lain sulfonamida, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin.

Istilah antibiotika sering kali digunakan dalam arti luas, dengan demikian tidak terbatas pada hanya obat-obat antibakteri yang dihasilkan fungi dan kuman (definisi dari Waksman untuk antibiotika), melainkan juga untuk obat-obat sintetis, seperti sulfonamida, INH, PAS, nalidiksat, dan fluorkinolon. Zat-zat sintetis lainnya dengan kerja antibakteri adalah obat-obat tbc dan lepra, serta metronidazol. Antibiotika dengan kerja fungistatis dibahas dalam bahasan tersendiri.

Wednesday, December 24, 2014

Sejarah Kemoterapi

2. SEJARAH KEMOTERAPI

Sejak zaman purbakala, orang kuno telah mempraktekkan fitoterapi (Y: phytos = tanaman) dengan jalan coba-mencoba (empiris, trial and error). Orang Yunani dan Aztec (di meksiko) menggunakan masing-masing pakis pria (Filix mas) dan minyak ehenopodi untuk membasmi cacing dalam usus. Orang hindu sudah beribu-ribu tahun lalu mengobati lepra dengan minyak chaulmogra dan di cina serta pulau Mentawai (Sumatera Barat) sejak dahulu kala borok ditangani dengan jamur-jamur tertentu sebagai pelopor antibiotika. Orang Cina dan Vietnam sejak dua ribu tahun lalu menggunakan tanaman qinghaosu (mengandung artesiminin) untuk mengobati malaria, sedangkan suku-suku Indian di Amerika Selatan memanfaatkan kulit pohon kina. Pada abad ke-16, air raksa (merkuri) mulai digunakan sebagai kemoterapeutikum pertama terhadap sifilis.

Kemoterapika modern mulai berkembang pada akhir abad ke-19. Saat itu, penelitian dr. Robert Koch dan dr. Louis Pasteur membuktikan bahwa banyak penyakit diakibatkan oleh bakteri dan protozoa. Dr. Paul Ehrlich adalah sarjana pertama yang menlontarkan konsepsi dan istilah kemoterapi dan indeks terapi. Pada penelitiannya dengan jaringan bakteri yang diwarnai dengan anilin dan metilen biru, ia menemukan khasiat bakterisid dari zat-zat warna tersebut. Pada tahun 1891, ditemukan obat anti-spirokheta arsfenamin (salvarsan) yang merupakan obat standar sifilis pada waktu itu sampai kemudian terdesak oleh ditemukannya penisilin. Kemoterapeutika penting yang disintesa atas dasar zat-zat warna adalah obat malaria pamaquin dan mepakrin (1930).

Dengan  penemuan sulfonamida (1935) kemungkinan terapi yang hingga saat itu hanya terbatas pada infeksi protozoa dan spirokheta sangat diperluas dengan banyak bakteri lain. Antara lain, banyak penyebab penyakit fatal seperti radang selaput otak (meningitis) dan radang paru-paru (pneumonia) mulai dapat ditanggulangi dan disembuhkan dengan terapi sistemis, yakni melalui peredaran darah.

Titik-titik puncak dalam perkembangan selanjutnya, yang membuka babak baru dalam pengobatan sistemis penyakit infeksi adalah diintroduksinya penisilin (1941) dengan khasiat dan toksisitas sangat efektif. Antibiotikum pertama ini disusul oleh banyak antibiotika lain, seperti kloramfenikol dan kelompok sefalosporin, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida, polipeptida, linkomisin, dan rifampisin. Selain sulfonamida, dikembangkan  juga kemoterapetika sintesis, seperti senyawa nitrofuran (1944), asam nalidiksat (1962), serta turunannya (Fluorkinolon, 1985), obat-obat tbc (PAS, INH) dan obat-obat protozoa (kloroquin, proguanil, metronidazol, dan lain-lain). Dewasa ini banyak zat antimikroba baru telah dikembangkan, yang mampu menyembuhkan hampir semua infeksi mikroba, kecuali infeksi dengan kebanyakan virus.

Tuesday, December 23, 2014

Kemoterapetika

Kemoterapetika didefinisikan sebagai obat-obat kimia yang digunakan untuk memberantas penyakit infeksi akibat mikroorganisme : bakteri, fungi, virus, dan protozoa (plasmodium, amuba, trichomonas, dan lain-lain), juga terhadap infeksi oleh cacing. Obat-obat tersebut berkhasiat memusnahkan parasit tanpa merusak jaringan tuan-rumah. Sitostatika (obat-obat kanker) juga termasuk dalam golongan ini karena sel-sel kanker adakalanya dapat dikembangbiakkan dan ditularkan pada organisme lain, seperti halnya kuman.

Penyakit Infeksi

1.    PENYAKIT INFEKSI

Sampai tahun 1970-an, WHO memperoleh banyak sukses dengan kampanye mondialnya untuk membasmi penyakit infeksi penting. Hasil baik tersebut terutama dicapai berkat penemuan banyak antibiotika baru dengan khasiat antimikroba kuat. Cacar telah dibasmi seluruhnya, polio praktis dieliminasikan pula, sedangkan sampar (pest), difteri, penyakit kuning, dan kolera sangat dibatasi penjangkitannya. Begitu pula malaria dan tuberkulosa telah didesak penyebarannya.

Akan tetapi, sejak dasawarsa terakhir, penyakit tersebut kecuali cacar dan polio sudah mulai kembali muncul di banyak bagian dunia. Tuberkulosa semakin merajalela karena sulit diberantas akibat masalah resistensi, apalagi saat ini juga berjangkit AIDS. Misalnya, pada tahun 1993 tbc berjangkit sebagai epidemi di NEW YORK dan kota-kota besar lainnya di AS. Di rusia, difeteri merajalela di kota-kota besar, seperti Moskow dan St. Petersburg. Di dunia ketiga, Malaria kini merupakan penyebab kematian utama, terutama anak-anak, begitu pula kolera semakin banyak menelan korban. Diidentifikasikan lebih dari 30 penyakit infeksi baru, termasuk AIDS, Ebola, penyakit veteran, penyakit lyme.

Penyebab perkembangan buruk ini terletak antara lain pada kuman dan virus yang telah menjadi lebih agresif (virulen). Virus mengubah struktur permukaannya lebih pesat dan dengan demikian bisa mengelakkan vaksinasi. Virus-virus baru yang berasal dari binatang dengan jalan mutasi spontan telah muncul, yang disebarkan lebih cepat dan luas dari benua ke benua berkat perjalanan dan turisme sedunia yang telah berkembang secara eksplosif. Penyebab lainnya adalah penerobosan manusia ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak dihuni orang serta kota-kota mega dengan berjuta-juta penduduknya. Di lain pihak, banyak antibiotika ternyata tidak berdaya lagi terhadap infeksi umum, seperti radang paru-paru (pneumonia), tbc, dan gonorroea. Lagi pula produksi antibiotika baru terhambat akibat kurangnya minat dan uang.

Keracunan darah (bacteremia, sepsis) adalah keadaan di mana kuman, setelah infeksi segera memperbanyak diri dengan pesat. Toksin yang dibentuk kuman mengacaukan banyak fungsi tubuh, antara lain sistem pembekuan diaktifkan sehingga terjadi bekuan darah (trombi) di seluruh tubuh. Dengan demikian, banyak faktor pembekuan habis dipergunakan, sehingga menimbulkan kecenderungan pendarahan kecil pada kulit. Gejala lainnya berupa perasaan sangat sakit, demam tinggi, termangu, kadang-kadang muntah. Bila tidak diobati selayaknya, sepsis pada umumnya berlangsung fata. Yang terkenal adalah sepsis yang menyertai infeksi oleh stafilokok atau meningokok (Neisseria meningitides) yang terutama menghinggapi anak-anak dan remaja, yang tanpa pertanda dapat berlangsung fatal dalam beberapa jam.