Friday, May 22, 2015

Titrasi Asam Basa (netralisasi)

TITRASI ASAM BASA

titrasi asam basa

  1. Prinsip Dasar

Titrasi netralisasi adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam dengan basa
H3O+ + OH ⇔ 2 H2O
Dalam titrasi ini berlaku hubungan :
jumlah ekivalen asam (H3O+) sama dengan jumlah ekivalen basa (OH).
Larutan baku yang digunakan pada titrasi netralisasi adalah asam kuat atau basa kuat, karena zat-zat tersebut bereaksi lebih sempurna dengan analit dibandingkan dengan jika dipakai asam atau basa yang lebih lemah. Larutan baku asam dapat dibuat dari HCl, H2SO4 atau HClO4, sedangkan larutan baku basa dibuat dari NaOH atau KOH. Larutan baku primer adalah larutan yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan perhitungan langsung dari berat zat yang mempunyai kemurnian tinggi, stabil dan bobot ekivalen tinggi kemudian dilarutkan sampai volume tertentu. Sedangkan larutan baku sekunder, konsentrasinya harus ditentukan terlebih dahulu dengan pembakuan/standarisasi terhadap baku primer.
Contoh:
Baku primer              : Na2CO3, Na2B4O7, Kalium Hidrogen Ptalat (KHP), H2C2O4
Baku sekunder         : HCl, H2SO4, NaOH, KOH
Titrasi netralisasi dapat berlangsung antara asam kuat dengan basa kuat; asam/basa lemah dengan basa/asam kuat seperti:
NH4OH + H3O+ ⇔ NH4+ + 2H2O                 (basa lemah dengan asam kuat)
CH3COOH + OH ⇔ CH3COO + H2O      (asam lemah dengan basa kuat)
CH3COO + H3O+ ⇔ CH3COOH + H2O    (garam dengan asam kuat)
NH4+ + OH ⇔ NH3 + H2O                           (garam dengan asam kuat)
Kedua contoh terakhir di atas menggambarkan titrasi garam monofungsional. Garam-garam tersebut dalam air mengalami hidrolisis menghasilkan larutan yang bersifat asam atau basa. Apakah garam-garam ini dititrasi dengan asam atau basa bergantung pada nilai Ka dan Kb. Bila nilai Ka>Kb (larutan lebih bersifat asam), maka garam tersebut dapat dititrasi dengan basa, bila sebaliknya (Ka3
COOH atau NH4OH. Asam-asam poliprotik/polifungsional (H3PO4, H3AsO4) bila dititrasi dengan basa kuat dapat mempunyai titik ekivalen lebih dari satu.
H3PO4 + NaOH –> NaH2PO4 + H2O                       (Titik Ekivalen  I)
NaH2PO4 + NaOH –> Na2HPO4 + H2O                 (Titik Ekivalen II)
Titik ekivalen pertama ditentukan oleh pH larutan NaH2PO4/NaH2AsO4 dan titik ekivalen kedua oleh pH larutan Na2HPO4/Na2HAsO4. Garam-garam tersebut karena dapat terhidrolisis menjadi asam dan basa maka untuk:
Titik Ekivalen  pertama        : [H3O+] = √K1K2
Titik Ekivalen  kedua           : [H3O+] = √K2K3
Untuk garam-garam amfoter seperti NaHCO3, NaH2PO4, Na2HPO4 sifat larutannya ditentukan oleh nilai Ka dan Kb. Besarnya nilai Ka dan Kb menentukan apakah garam-garam tersebut sebaiknya dititrasi dengan asam atau basa. Bila nilai Ka>Kb maka sebaiknya garam tersebut dititrasi dengan basa kuat atau sebaliknya dengan asam kuat.
Seperti halnya asam-asam polifungsional, titrasi garam-garam seperti Na2CO3 dan Na3PO4 mempunyai titik ekivalen lebih dari satu. Garam tersebut dalam larutan bersifat basa sehingga dapat dititrasi dengan asam. Contoh:
CO32 + H3O+ ⇔ HCO3 + H2O
HCO3 + H3O+ ⇔ H2CO3 + H2O
Titik ekivalen pertama ditentukan oleh pH larutan NaHCO3 dan titik ekivalen kedua oleh pH larutan H2CO3

Titik akhir titrasi dan pemilihan indikator

Titik akhir titrasi ditentukan dengan memilih indikator yang warnanya berubah sekitar titik ekivalen. Misalnya pada titrasi larutan garam Na2CO3 dengan larutan HCl, titik ekivalen pertama terjadi pada [H3O+] = √K1K2 nilai pH sekitar 8,35. Jadi indikator yang dapat digunakan adalah fenolftalein (8,1 – 10) yang berubah dari merah menjadi tidak berwarna. Pada titik ekivalen kedua, [H3O+] = √Ka1 nilai pH = 3,17; dan indikator yang sesuai adalah jingga metil. Dengan indikator ini perubahan warna yang diamati kurang tajam. Untuk memperbaiki pengamatan pada titik ekivalen ini, larutan dapat dididihkan terlebih dahulu, sehingga gas CO2 keluar dan sifat larutan ditentukan oleh garam NaCl yang tertinggal. Kelebihan asam dititrasi dengan larutan baku basa, dengan demikian dapat digunakan indikator metil jingga.
Pada pemilihan indikator harus diperhitungkan pula zat apa yang digunakan sebagai titran (yang diisikan dalam buret). Misalnya pada titrasi larutan HCl dengan larutan NaOH. Jika larutan HCl dipakai sebagai titran, larutan analit bersifat basa, maka indikator fenolftalein yang ditambahkan pada analit berwarna merah. Hilangnya warna merah indikator terjadi pada pH 8,1; sedangkan titik ekivalen titrasi terdapat pada pH 7,0. Jadi hilangnya warna merah terjadi sebelum titik ekivalen tercapai. Karena itu sebaiknya dipakai indikator dengan trayek perubahan warna pada sebelum atau sekitar pH 7,0.

source

Thursday, May 21, 2015

Sistem Koloid : Pembuatan Koloid dan Dispersi Koloid

pembuatan koloid
Merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya mengenai sifat koloid

Pembuatan Koloid

Larutan Koloid dapat dibuat dengan dua cara :

Dengan Cara Dispersi

jalan Cara Dispersi adalah suatu cara pembuatan larutan koloid dengan mengubah partikel-partikcl kasar menjadi partikel koloid.
Partikel kasar –> Partikel Koloid
Cara dispersi ini dapat dilakukan dengan cara kimia atau cara mekanik
a. Dengan cara Mekanik
Materi yang besar dihaluskan dengan cara menggunakan penggilingan koloid. karbon kasar dijadikan halus lalu didispersikan ke dalam air.
b. Dengan cara Peptisari
Dengan penambahan elektrolit (zat kimia) maka endapan yang terjadi dapat diubah menjadi partikel koloid. Endapan Al(OH)3, terjadi apabila reaksi pembentukan Al(OH)3 dalam jumlah yang banyak. Endapan tersebut dapat berubah menjadi koloid apabila ditambah AlCl3 Jika Gas H2S dialirkan keendapan cas atau endapan NiS akan terbentuk Sol S yang terdispersi. Maka endapan ini membentuk sol sulfida bukan dan larutan.

Dengan Cara Kondensasi

Cara kondensasi dapat dilakukan dengan cara kimia atau dapat dilakukan dengan cara penurunan kelarutan. Atau partikel-partikel diubah menjadi partikel besar yang berukuran koloid. Untuk menurunkan kelautan zat tersebut kita ganti pelantnya. Dalam proses kondensasi, molekul molekul dari larutan direaksikan menghasilkan suatu senyawa
yang sukar larut dalam ni dan membentuk partikel koloid.
Partikel molekuler (kondensasi) —> Partikel koloid
Reaksi kimia yang sering dilakukan untuk menghasilkan partikel koloid dapat dilihat pada contoh berikut ini:

Reaksi Redoks

Pada reaksi berikut terjadi perubahan bilangan oksidasi:
a. Pembuatan sol belerang
sol belerang ini dapat dibuat dengan mengalirkan gas H2S kedalam lantan SO2
2H2S + SO2  –> 3S + 2H2O
b. Pembuatan sol emas
2AuCl3 + 3HCOH + 3H2O –> 2Au + 6HCl + 3HCOOH
AuCl3 + 3FeSO4 –> Au + Fe2(SO4)2 + FeCl3

Reaksi Hidrolisis

a. Dengan penambahan larutan FeCl3 ke dalam air yang sedang mendidih membentuk sol Fe(OH)3, maka reaksi elektrolisa dapat terbentuk sebagai berikut
FeCl3 + 3H2S –>Fe(OH) 3 + 3HCl
b. Sol senyawa hidrolisis yang sukar larut seperti Fe(OH) 3. Al(OH)3 dapat dibuat dari reaksi hidrolisis dengan air.
Contoh:

1. Pembuatan sol Fe(OH)3

Dalam air yang mendidih ditambahkan larutan FeCl3 akan terjadi
FeCl2 +H20 –> Fe(OH)3 + 3HCl

2. Pembuatan sol Al(OH)3

Jika air dimasukan larutan Al(SO4)3, atau AlCl3 (tawas) akan terjadi :
AlCl3 + 3H2O –> Al(OH)3 + 3HCl

3. Reaksi penggaraman

Pada pereaksi yang encer dapat membentuk partikel koloid dari beberapa sol garam yang sukar larut, seperti BaSO4, PbI2, AgCl, PbSO4, AgBr
Contoh
AgNO3 + NaCl –> AgCl + NaNO3

4. Reaksi subtitusi

Dalam larutan asam arsent encer melalui reaksi subtitusi, dialirkan gas H2S membentuk sol As2S3 sebagai berikut.
2H3AsO3 + 3H2S –> As2S3 + 6H20

Dispersi Koloid

Sistim dispersi zat dapat dibedakan menurut ukurannya
1.Dispersi halus
Ukuran partikel-partikel suatu zat yang  didispersikan antara 1 sampai dengan 100 millimikron.
2. Dispersi kasar
Partikel partikel zat yang didispersikan lebih dari 100 millimikron.
3. Dispersi molekuler
Partikel partikel yang lebih kecil dari pada 1 millimikron merupakan partikel-partikel zat yang didispersikan. Ada beberapa fase dari sistim koloid tersebut, yaitu : fase dispersi dan fase medium dispersi. Kedua fase ini terdapat gas cair dan padat.
Jadi pada kedua fasa tersebut di atas terdapat hubungan sistimkoloid dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Wednesday, May 20, 2015

Sistem Koloid : Sifat Sifat Koloid

SISTEM KOLOID

Sifat Sifat Koloid

Sifat khas dari partikel koloid sesuai dengan Efek Tyndall, Gerak Brown adsorpsi, koaguasi, koloid pelindung dan dialisa.

1. Efek Tyndall

efek tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh patikel partikel debu yang terdapat dalam ruang jika seberkas cahaya yang dilewatkan pada suatu ruang yang gelap melalui suatu celah atau larutan maka berkas cahaya atau sorotan cahaya akan nampak jelas hal ini disebut dengan sistim koloid
Seorang Ahli fisika berkebangsaan Inggris yang benama John Tyndall (1820-1893) adalah orang pertama kali menerangkan bahwa jika seberkas cahaya yang diarahkan kedalam suatu medium akan terlihat suatu gejala yang mengandung partikel-partikel koloid Disamping itu dia juga berhasil mengemukakan bahwa adanya penghubung cahaya dari daerah panjang gelombang biru yang disebabkan adanya partikel-partikel oksigen dan nitrogen diudara sehingga langit nampak berwarna biru. Satu contoh lagi yang membuktikan teriadinya efek tyndall yaitu jika kita naik motor pada malam yang gelap dimusim kemarau maka sorot lampu motor akan kelihatan nampak jelas jika ada sedikit partikel partikel debu. demikian pula sebaliknya setelah teradi hujan maka sorotan lampu motor tersebut tidak nampak jelas.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut tentang terjadinya sistem koloid

2. Gerak Brown

gerak brown
Gerak Brown adalah suatu gerak yang tidak teratur atau secara acak karena terjadi saling benturan molekul molekul zat dispersi pada partikel koloid. Partikel partikel ini dapat terlihat jelas jika kita mempergunakan mikroskop ultra.
Gerak brown ini juga membuktikan adanya teori kinetik molekul gerak ini semakin hebat jika terdapat pada partkel partikel koloid yang sangat kecil

3. Muatan Koloid

muatan koloid
Koloid yang bermuatan positif dan koloid yang bermuatan negatif
Contoh :
Koloid yang bermuatan negatif ialah As2S3. karena menyerap ion ion negatif pada partikel partikel koloid dan yang bermuatan positif ialah Fe(OH)3 karena dalam air akan menyerap ion H+

4. Adsorpsi Koloid

adsorpsi koloid
Partikel koloid menyerap ion-ion pada bidang permukaan, yang menyebabkan partikel koloid tersebut bermuatan listrik positip atau bermuatan listrik negatif
Contoh :
Partikel koloid Fe(OH)3 air akan menyerap ion-ion H+ sehingga dapat bermuatan positif.
Sedangkan koloid pelindung adalah koloid yang dicampur dengan koloid yang lain tidak mengalami penggumpalan. Koloid pelindung ini akan melapisi partikel koloid lain sehingga dapat melindungi muatan koloid tersebut.
Misalnya:
Pada tinta atau pada cat jika tidak diberi koloid pelindung akan terjadi pengendapan.
sifat-sifat adsorpsi koloid sebagai berikut:
  • Dapat menjernihkan air yang keruh dengan memberikan tawas K2SO4 Al2 (SO4)3 sehingga menghasilkan partikel koloid Al (OH)3 yang mampu mengendapakan kotoran
  • Menjernihkan larutan gula dari bentuk yang berwarna coklat menjadi putih
  • Untuk menghilangkan bau badan digunakan sabun berlangsung berdasarkan cara adsorpsi buih sabun menggunakan permukaan yang luas sehingga mampu mengemulsikan kotoran yang melekat
  • Untuk mewarnai serat wol kapas atau sutera kita gunakan sistim adsorpsi serat tersebut apabila diwamai maka dicampur dengan garam Al2(SO4)3, kemudian dicelupkan dalam larutan zat wama. Koloid Al(OH)3 terbentuk karena hidrolisa Al2(SO4)3 akan mengadopsi zat warna.

5. Koagulasi Koloid

koagulasi koloid
Kaagulasi koloid ialah peristiwa terjadiya pengendapan koloid. Ada beberapa cara dalam melakukan koagulasi adalah :
  • Dengan cara penambahan zat elektrolit misalnya partikel-partikelkaret alam dalam lateks dikoagulasikan dengan asam asetat.
  • Dengan cara mekanik yaitu diadakan pengadukan, pemanasan, Pendinginan
  • Pencampuran dua jenis larutan koloid yang bermuatan berlawanan.
Misalnya :
Campuran sistim koloid  As2S3 yang bermuatan negatif dan sistim koloid Fe(OH) yang bermuatan positif akan mengumpul

6. Koloid Liofil dan Liofob

tanti
Koloid liofil adalah koloid sol dimana partikel-partikel koloid yang dapat mengikat atau menarik pelarutnya (cairannya).
Contoh: Agar Agar kanji, sagu, jika kita rebus akan mengembang yang tadinya satu bungkus atau satu gelas akan menjadi satu piring bahkan menjadi setengah panci.
Koloid Liofob adalah koloid sol dimana sistim koloid yang partikel – partikelnya tidak dapat menarik molckul-molekul pelarutnya
Contoh : Koloid liofob adalah sol belerang sol emas, sistem koloid AgCl. sol Ag2, sol Fe(OH)3

7. Dialisis

koloid dialisis
Dialisis adalah proses pemumian partikel-partikel koloid atau proses penyaringan koloid dengan cara kita menggunakan kertas perkamen (membran). Yang diletakkan kedalam air yang sedang mengalir dimana patikel-partikel koloid dari muatan-muatan tersebut menempel pada permukaannya. Adanya ion-ion tersebut merupakan hasil dari sisa-sisa pereaksi pada proses pembuatannya.

8. Elektro foresa

koloid elektrofores
Pada partikel-partikel koloid yang bermuatan dengan bantuan arus listrik yang mengalir ke masing-masing elektroda yang muatannya berlawanan. Maka partikel-partikel elektroda yang bermuatan positif bergerak ke elektroda negatif sedangkan partikel elektroda negatif ke elektroda positif maka setelah bergerak sampai kemasing-masing elektroda biasanya partikel koloid membentuk koagulasi. Jadi pada peristiwa koloid yang bermuatan yang disebut pemisahan Elektro foresa.

Tuesday, May 19, 2015

Rumus Materi Stoikiometri

I. HUKUM DASAR ILMU KIMIA

a. Hukum Kekekalan Massa (Hukum Lavoisier)
“Massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama”.
Contoh:
S + O 2 → SO 2
2 gr 32 gr 64 gr
b. Hukum Perbandingan Tetap (Hukum Proust)
“Perbandingan massa unsur dalam tiap senyawa adalah tetap”
Contoh:
H 2 O → massa H : massa O = 2 : 16 = 1 : 8
c. Hukum Perbandingan Berganda (Hukum Dalton)
“Jika dua unsur dapat membentuk dua senyawa atau lebih, dan massa salah satu unsur sama, perbandingan massa unsur kedua berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana”.
Contoh:
– Unsur N dan O dapat membentuk senyawa NO dan NO 2
– Dalam senyawa NO, massa N = massa O = 14 : 16
– Dalam senyawa NO 2 , massa N = massa O = 14 : 32
– Perbandingan massa N pada NO dan NO 2 sama maka
perbandingan massa O = 16 : 32 = 1 : 2
d. Hukum Gas Ideal
Untuk gas ideal atau suatu gas yang dianggap ideal berlaku rumus :
PV = n RT
\frac{P_1V_1}{n_1 RT_1} = \frac{P_2V_2}{n_2 RT_2}
Keterangan:
P = tekanan (atmosfir)
V = volume (liter)
n = mol = gram/Mr
R = tetapan gas (lt.atm/mol.K)
T = suhu (Kelvin)
Dari rumus tersebut dapat diperoleh :
rangkuman materi stoikiometri

II. MASSA ATOM RELATIF DAN MASSA MOLEKUL RELATIF

rangkuman materi stoikiometri

III. KONSEP MOL

a. Dalam ilmu kimia satuan jumlah yang digunakan adalah mol
b. satu mol adalah sejumlah zat yang mengandung 6,02 x 10^23 partikel
Hubungan Mol dengan jumlah partikel
Jumlah Partikel = mol x 6,02 x 10^23
mol = Jumlah partikel / 6,02 x 10^23
Hubungan Mol dengan Massa 
Untuk unsur :
  • mol = gram / Ar
  • gram = mol x Ar
Untuk senyawa :
  • mol = gram/Mr
  • gram = mol x Mr
Hubungan Mol dengan Volume Gas
Setiap satu mol gas apa saja keadaan standard (0oC, 1 atm) mempunyai volume : 22, 4 liter.
  • Volume gas = mol x 22,4
  • mol = Volume / 22,4
Hubungan mol, jumlah partikel dan hubungan gas dapat digambarkan dalam bentuk
diagram sebagai berikut :
rangkuman materi stoikiometri

IV. PERSAMAAN REAKSI

Suatu reaksi benar jika memenuhi :
• Hukum kekekalan massa
• Hukum kekekalan muatan
Untuk memenuhi kedua hukum tersebut, koefisien reaksi harus disetarakan.
Dalam suatu reaksi, koefisien reaksi menyatakan : Perbandingan mol atau untuk fase gas juga menyatakan perbandingan volume.
rangkuman materi stoikiometri
Keterangan :
Berat = mol x Mr (atau Ar)
Jumlah partikel = mol x 6,02 x 10^23
Volume (0oC , 1 atm) = mol x 22,5 L

V. RUMUS EMPIRIS DAN RUMUS MOLEKUL

Rumus Empiris : rumus yang menyatakan perbandingan terkecil atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun suatu senyawa.
Rumus Molekul : rumus yang menyatakan jumlah atom-atom dari unsur-unsur yang menyusun satu molekul senyawa.

rangkuman materi stoikiometri 

source