MAKALAH ETIKA
KELALAIAN MEDIS
Disusun Oleh Kelompok 5 :
1.
Rahmad
Hidayat
2.
Indah
Wandira
3.
Hotna
Sari Rambe
4.
Rica
Dwi Lestari
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS TJUT NYAK DHIEN
MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Rasa
syukur kami panjatkan kepada ALLAH SWT , yang dengan Rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Untuk memenuhi
syarat kenaikan semester. Dan dengan tersusunnya makalah ini dapat beguna bagi kita
semua dan diharapkan dapat menjadi pedoman dalam menyusun makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini penulis
telah berusaha dengan segenap kemampuan penulis, sebagai pemula tentunya masih
banyak kekurangan dan kesalahan, demi
kemampuan makalah ini kami membutuhkan kritik dan saran. Kritikan dan saran
anda penulis butuhkan agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dan dapat
digunakan sebagaimana fungsinya.
Penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat sebagaimana mestinya. Aamiin.
Medan,
25 Maret 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
JUDUL............................................................................................................. i
KATA
PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 1
1.3 Tujuan............................................................................................... 1
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Malpraktek..................................................................... 3
2.2 Malpraktek Dibidang Hukum............................................................ 3
2.3 Pembuktian Malpraktek Dibidang Pelayanan Kesehatan.......... 6
2.4 Tanggung
Jawab Hukum.................................................................. 6
2.5 Upaya
Pencegahan Dan Menghadapi Tuntutan Malpraktek............ 7
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 11
3.2 Saran................................................................................................. 11
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sorotan
masyarakat yang cukup tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan, khususnya dengan terjadinya berbagai kasus yang menyebabkan
ketidakpuasan masyarakat memunculkan isu adanya dugaan malpraktek medis yang
secara tidak langsung dikaji dari aspek hukum dalam pelayanan kesehatan, karena
penyebab dugaan malpraktek belum tentu disebabkan oleh adanya
kesalahan/kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Media
massa marak memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/
atau pidana) kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen
rumah sakit yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban
dari tindakan malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis. Perkembangan dunia kesehatan dapat
mengacu terjadinya malapraktik, sehingga terdapat berbagai hukum yang mengatur
dan cara penanganan malapraktik. Oleh karena itu dalam makalah ini akan di
bahas mengenai kasus malapraktik.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah
yang akan di bahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari malpraktik?
2. Apa
jenis-jenis malpraktek di bidang pelayanan kesehatan?
3. Bagaimana
cara-cara pembuktian malpraktek?
4. Bagaimana
tanggung jawab hukum?
5. Apa
upaya pencegahan malpraktek? Dan Bagaimana mengetahui cara menghadapi tuntutan
hukum?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan pengertian malpraktek.
2. Menjelaskan jenis-jenis malpraktek
di bidang pelayanan kesehatan.
3. Menjelaskan cara-cara pembuktian
malpraktek.
4. Menjelaskan tentang tanggung jawab
hukum.
5. Memahami upaya pencegahan malpraktek
dan Mengetahui cara menghadapi tuntutan hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan
“praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek
berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya
demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan
adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Sedangkan difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari
seseorang tenaga medis untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu
pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan
terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”
(Valentin v. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos,
California, 1956).
2.2 Malpraktek Dibidang Hukum
Untuk malpraktek hukum atau yuridical
malpractice dibagi dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar,
yakni Criminal malpractice, Civil malpractice dan Administrative
malpractice.
1. Criminal malpractice
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan
dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi
rumusan delik pidana yakni :
a. Perbuatan tersebut (positive act maupun
negative act) merupakan perbuatan tercela.
b. Dilakukan dengan sikap batin yang
salah (mens rea) yang berupa kesengajaan (intensional), kecerobohan
(reklessness) atau kealpaan (negligence).
·
Criminal
malpractice yang
bersifat sengaja (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344
KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan palsu
(pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).
·
Criminal
malpractice yang
bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan tindakan medis tanpa
persetujuan pasien informed consent.
·
Criminal
malpractice yang
bersifat negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan
luka, cacat atau meninggalnya pasien.
Pertanggung jawaban didepan hukum
pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh
sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana
kesehatan.
2. Civil malpractice
Seorang tenaga kesehatan akan
disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban
atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati
(ingkar janji).
Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil
malpractice
antara lain:
a. Tidak melakukan apa yang menurut
kesepakatannya wajib
dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut
kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi
terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut
kesepakatannya wajib dilakukan
tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut
kesepakatannya tidak seharusnya
dilakukan.
Pertanggung jawaban civil
malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan
pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan
prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas
kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan
tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3. Administrative malpractice
Tenaga kesehatan dikatakan telah
melakukan administrative malpractice manakala tenaga kesehatan tersebut
telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan
berbagai ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan
bagi tenaga medis untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat
Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga medis. Apabila
aturan tersebut dilanggar maka tenaga medis yang bersangkutan dapat
dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
Kasus di atas adalah termasuk
malpraktik jenis Criminal malpractice yang bersifat negligence (lalai)
misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.
2.3 Pembuktian
Malpraktek Dibidang Pelayanan Kesehatan
Dari definisi malpraktek “adalah kelalaian dari seseorang tenaga
kesehatan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama”. (Valentin v. La
Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956).
Dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar
telah terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut.
Andai kata akibat yang tidak diinginkan tersebut terjadi apakah bukan
merupakan resiko yang melekat terhadap suatu tindakan medis tersebut (risk
of treatment) karena perikatan dalam transaksi teraputik antara tenaga
kesehatan dengan pasien adalah perikatan/perjanjian jenis daya upaya (inspaning
verbintenis) dan bukan perjanjian/perjanjian akan hasil (resultaat
verbintenis).
2.4 Tanggung Jawab Hukum
Seperti dikemukakan di depan bahwa
tidak setiap upaya kesehatan selalu dapat memberikan kepuasan kepada pasien
baik berupa kecacatan atau bahkan kematian. Malapetaka seperti ini tidak
mungkin dapat dihindari sama sekali. Yang perlu dikaji apakah malapetaka
tersebut merupakan akibat kesalahan bidan atau merupakan resiko tindakan, untuk
selanjutnya siapa yang harus bertanggung gugat apabila kerugian tersebut
merupakan akibat kelalaian tenaga bidan.
Di dalam transaksi teraputik ada beberapa macam tanggung
gugat, antara lain:
1. Contractual liability
Tanggung gugat ini timbul sebagai
akibat tidak dipenuhinya kewajiban dari hubungan kontraktual yang sudah
disepakati. Di lapangan pengobatan, kewajiban yang harus dilaksanakan adalah
daya upaya maksimal, bukan keberhasilan, karena health care provider baik
tenaga kesehatan maupun rumah sakit hanya bertanggung jawab atas pelayanan
kesehatan yang tidak sesuai standar profesi/standar pelayanan.
2. Vicarius liability
Vicarius liability atau respondeat superior ialah
tanggung gugat yang timbul atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan
yang ada dalam tanggung jawabnya (sub ordinate), misalnya rumah sakit
akan bertanggung gugat atas kerugian pasien yang diakibatkan kelalaian bidan
sebagai karyawannya.
3. Liability in tort
Liability in tort adalah tanggung gugat atas perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum tidak
terbatas hanya perbuatan yang melawan hukum, kewajiban hukum baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap orang lain, akan tetapi termasuk juga yang berlawanan
dengan kesusilaan atau berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam
pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad 31
Januari 1919).
2.5 Upaya Pencegahan Dan Menghadapi Tuntutan Malpraktek
1. Upaya pencegahan malpraktek dalam
pelayanan kesehatan
Dengan adanya kecenderungan masyarakat
untuk menggugat tenaga medis karena adanya mal praktek diharapkan para medis
dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati, yakni:
1.Tidak menjanjikan atau memberi
garansi akan keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning
verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat verbintenis).
2.Sebelum melakukan intervensi agar
selalu dilakukan informed consent.
3.Mencatat semua tindakan yang
dilakukan dalam rekam medis.
4.Apabila terjadi keragu-raguan,
konsultasikan kepada senior atau dokter.
5.Memperlakukan pasien secara
manusiawi dengan memperhatikan segala kebutuhannya.
6.Menjalin komunikasi yang baik dengan
pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.
2. Upaya menghadapi tuntutan hukum
Apabila upaya kesehatan yang
dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga bidan menghadapi tuntutan
hukum, maka tenaga medis seharusnyalah bersifat pasif dan pasien atau
keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian bidan
Apabila tuduhan kepada medis
merupakan criminal malpractice, maka tenaga medis dapat melakukan :
1. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk
menangkis/ menyangkal bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada, misalnya medis mengajukan bukti bahwa
yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of
treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap
batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang dituduhkan.
2. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan
mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal
tuntutan dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan
pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan
bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.
Berbicara mengenai pembelaan, ada
baiknya bidan menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis
pembelaan diserahkan kepadanya.
Pada perkara perdata dalam tuduhan civil
malpractice dimana tenaga medis digugat membayar ganti rugi sejumlah uang,
yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan
perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan
lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan
bahwa tergugat (tenaga medis) bertanggung jawab atas derita (damage) yang
dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil
malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang dapat
berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan
adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan
adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya
rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah
orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan tenaga
kesehatan.
Di Indonesia terdapat ketentuan
informed consent yang diatur antara lain pada peraturan pemerintah no 18 tahun
1981 yaitu:
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan
rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap
tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan
kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.
2. Semua tindakan medis (diagnostic,
terapuetik maupun paliatif) memerlukan informed consent secara lisan maupun
tertulis.
3. Setiap tindakan medis yang mempunyai
resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang
ditandatangani pasien, setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang
adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta resikonya.
4. Untuk tindakan yang tidak termasuk
dalam butir 3, hanya dibutuhkan persetujuan lisan atau sikap diam.
5. Informasi tentang tindakan medis
harus diberikan kepada pasien, baik diminta maupun tidak diminta oleh pasien.
Menahan informasi tidak boleh, kecuali bila tenaga medis menilai bahwa
informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini
tenaga medis dapat memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam
memberikan informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran seorang
tenaga medis lain sebagai saksi adalah penting.
6. Isi informasi mencakup keuntungan
dan kerugian tindakan medis yang direncanakan, baik diagnostic, terapuetik
maupun paliatif. Informasi biasanya diberikan secara lisan, tetapi dapat pula
secara tertulis (berkaitan dengan informed consent).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah
menjabarkan pembahasan dari masalah makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa
malapraktik adalah kelalaian seseorang dalam merawat atau mengobati. Dalam
malapraktik ada dua istilah yaitu kelalaian dan malapraktik sendiri, tetapi
keduannya tidak sama karena malapraktik sifatnya lebih spesifik.
Dalam
menangani kasus mala praktik, hukum di Indonesia menggunakan hukum substantive
yaitu hokum pidana, hokum perdata dan hokum administrasi dalam kasus maulana
dalah salah satu koban malapraktik.Dia seorang bayi sehat yang mendapat
imunisasi tiga sekaligus.Setelah imunisasi maulana mengalami penurunan
kesehatan yang akhirnya membuat maulana lumpuh.Orang tua maulana mengguagat
tetapi gagal.Dari kasus ini belum ada penyelesaian ataupun ganti rugi dari
pihak kesehatan.
3.2 Saran
Adapun saran penulis adalah sebagai
berikut :
1. Sebagai jasa layanan kesehatan lebih
bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan.
2. Sebaiknya lakukanlah layanan
kesehatan secara hati-hati dan professional.
3. Sebagai pengguan jasa layanan
kesehatan (masyarakat) sebaiknya lebih teliti dalam mengurusi masalah kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
5. Ameln,F.,
1991, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta.
6. Dahlan,
S., 2002, Hukum Kesehatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
7. Guwandi,
J., 1993, Malpraktek Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
No comments:
Post a Comment