Wednesday, December 24, 2014

Sejarah Kemoterapi

2. SEJARAH KEMOTERAPI

Sejak zaman purbakala, orang kuno telah mempraktekkan fitoterapi (Y: phytos = tanaman) dengan jalan coba-mencoba (empiris, trial and error). Orang Yunani dan Aztec (di meksiko) menggunakan masing-masing pakis pria (Filix mas) dan minyak ehenopodi untuk membasmi cacing dalam usus. Orang hindu sudah beribu-ribu tahun lalu mengobati lepra dengan minyak chaulmogra dan di cina serta pulau Mentawai (Sumatera Barat) sejak dahulu kala borok ditangani dengan jamur-jamur tertentu sebagai pelopor antibiotika. Orang Cina dan Vietnam sejak dua ribu tahun lalu menggunakan tanaman qinghaosu (mengandung artesiminin) untuk mengobati malaria, sedangkan suku-suku Indian di Amerika Selatan memanfaatkan kulit pohon kina. Pada abad ke-16, air raksa (merkuri) mulai digunakan sebagai kemoterapeutikum pertama terhadap sifilis.

Kemoterapika modern mulai berkembang pada akhir abad ke-19. Saat itu, penelitian dr. Robert Koch dan dr. Louis Pasteur membuktikan bahwa banyak penyakit diakibatkan oleh bakteri dan protozoa. Dr. Paul Ehrlich adalah sarjana pertama yang menlontarkan konsepsi dan istilah kemoterapi dan indeks terapi. Pada penelitiannya dengan jaringan bakteri yang diwarnai dengan anilin dan metilen biru, ia menemukan khasiat bakterisid dari zat-zat warna tersebut. Pada tahun 1891, ditemukan obat anti-spirokheta arsfenamin (salvarsan) yang merupakan obat standar sifilis pada waktu itu sampai kemudian terdesak oleh ditemukannya penisilin. Kemoterapeutika penting yang disintesa atas dasar zat-zat warna adalah obat malaria pamaquin dan mepakrin (1930).

Dengan  penemuan sulfonamida (1935) kemungkinan terapi yang hingga saat itu hanya terbatas pada infeksi protozoa dan spirokheta sangat diperluas dengan banyak bakteri lain. Antara lain, banyak penyebab penyakit fatal seperti radang selaput otak (meningitis) dan radang paru-paru (pneumonia) mulai dapat ditanggulangi dan disembuhkan dengan terapi sistemis, yakni melalui peredaran darah.

Titik-titik puncak dalam perkembangan selanjutnya, yang membuka babak baru dalam pengobatan sistemis penyakit infeksi adalah diintroduksinya penisilin (1941) dengan khasiat dan toksisitas sangat efektif. Antibiotikum pertama ini disusul oleh banyak antibiotika lain, seperti kloramfenikol dan kelompok sefalosporin, tetrasiklin, aminoglikosida, makrolida, polipeptida, linkomisin, dan rifampisin. Selain sulfonamida, dikembangkan  juga kemoterapetika sintesis, seperti senyawa nitrofuran (1944), asam nalidiksat (1962), serta turunannya (Fluorkinolon, 1985), obat-obat tbc (PAS, INH) dan obat-obat protozoa (kloroquin, proguanil, metronidazol, dan lain-lain). Dewasa ini banyak zat antimikroba baru telah dikembangkan, yang mampu menyembuhkan hampir semua infeksi mikroba, kecuali infeksi dengan kebanyakan virus.

No comments:

Post a Comment